Minyak kayu putih merupakan salah satu produk
kehutanan yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Minyak atsiri hasil destilasi
atau penyulingan daun kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn.) ini
memiliki bau dan khasiat yang khas, sehingga banyak dipakai sebagai kelengkapan
kasih sayang ibu terhadap anaknya, terutama ketika masih bayi. Minyak kayu putih
digosokkan hampir di seluruh badan untuk memberikan kesegaran dan kehangatan
pada si jabang bayi.
Karena penggunaannya yang luas tersebut, mutu
minyak kayu putih yang dijual di pasaran perlu mendapat perhatian. Untuk
memenuhi tuntutan mutu tersebut, lahirlah standar nasional kayu putih yang
diusulkan oleh PT. Perhutani (persero) melalui Pantek 55S Kayu, bukan kayu dan
produk kehutanan, yaitu SNI 06-3954-2001. Standar tersebut menetapkan istilah
dan definisi, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan minyak kayu putih
yang digunakan sebagai pedoman pengujian minyak kayu putih yang diproduksi di
Indonesia.
Mutu minyak kayu putih diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu mutu Utama (U) dan mutu Pertama (P). Keduanya dibedakan oleh kadar
cineol, yaitu senyawa kimia golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat
dalam minyak atsiri seperti kayu putih. Minyak kayu putih mutu U mempunyai kadar
cineol ≥ 55%, sedang mutu P kadar cineolnya kurang dari 55%.
Secara umum, kayu putih dikatakan bermutu
apabila mempunyai bau khas minyak kayu putih, memiliki berat jenis yang diukur
pada suhu 15oC sebesar 0,90 – 0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20oC
berkisar antara 1,46 – 1,47 dan putaran optiknya pada suhu 27,5oC
sebesar (-4)o – 0o. Indeks bias adalah bilangan
yang menunjukkan perbandingan antara sinus sudut datang dengan sinus sudut bias
cahaya, sedangkan yang dimaksud putaran optik adalah besarnya pemutaran
bidang polarisasi suatu zat.
Disamping itu, minyak kayu putih yang bermutu
akan tetap jernih bila dilakukan uji kelarutan dalam alkohol 80%, yaitu dalam
perbandingan 1 : 1, 1 : 2, dan seterusnya s.d. 1 : 10. Dalam minyak kayu putih
tidak diperkenankan adanya minyak lemak dan minyak pelican. Minyak lemak
merupakan minyak yang berasal dari hewan maupun tumbuhan, seperti lemak sapi dan
minyak kelapa, yang mungkin ditambahkan sebagai bahan pencampur dalam minyak
kayu putih. Demikian juga minyak pelican yang merupakan golongan minyak bumi
seperti minyak tanah (kerosene) dan bensin biasa digunakan sebagai bahan
pencampur minyak kayu putih, sehingga merusak mutu kayu putih tersebut.
Bagian terpenting dalam standar tersebut, selain
penetapan mutu di atas, adalah cara uji untuk mengetahui mutu minyak kayu putih,
baik yang tercantum di dalam dokumen maupun kemasan. Pengujian dilakukan dengan
dua cara, yaitu cara uji visual dan cara uji laboratories. Cara uji visual
dilakukan untuk uji bau, sedangkan uji laboratories dilaksanakan untuk menguji
kadar cineol, berat jenis, indeks bias, putaran optik, uji kelarutan dalam
alkohol 80%, kandungan minyak lemak dan kandungan minyak pelican.
Minyak kayu putih merupakan salah satu produk
kehutanan untuk tujuan ekspor yang penerapan standarnya bersifat wajib. Selain
minyak kayu putih, produk kehutanan yang penerapan standarnya diwajibkan oleh
Pemerintah adalah produk kayu lapis dan gambir.
Sumber:
http://www.dephut.go.id
http://www.dephut.go.id
0 comments:
Post a Comment